Kamis, 14 Agustus 2014

Ada Apa dengan Gili Air Pulau yang Indah itu

Sebuah perjalanan yang sungguh menyenangkan pada hari kamis, 17 juli 2014 ketika kami tim delta api berkunjung sekaligus bersilahturahmi ke teman-teman delta api yang ada di Gili Air. Hal yang pertama kami lakukan adalah bertamu dan ngobrol-ngobrol ringan di kafe milik Atak yang merupakan salah satu personal  delta api  Gili Air, yaitu ngobrol-ngobrol biasa bertemakan disekitaran apa yang terjadi di Gili Air. Kami yang  terdiri dari, saya sendiri, Dennar, mas Wawan, Tari, Mahni, Supiyani, Atak, Bayu merupakan orang-orang lumayan peduli akan peramasalahan yang terjadi di Gili Air, nih ceritanya hehehehe.
 Permasalahan utama yang diceritakan dan membuat sesak di hati adalah permasalahan lahan yang menurut warga asli Gili Air, sudah tidak memiliki  kepimilikan lahan milik pribadi. Lahan-lahan yang dimiliki secara turun menurun telah dijual, diakibatkan oleh  terhimpitnya  kepentingan ekonomi keluarga. Lahan lebih banyak terjual kepada investor baik investor asing maupun lokal. Yang terjadi selanjutnya, semua lahan pemiliki warga lokal telah disulap menjadi bangunan pariwisata seperti hotel, kafe, restauran, kolam renang dan lain-lain. Selain itu berpindahnya mata pencaharian masyarakat lokal yang awalnya rata-rata nelayan, namun adanya bantuan keramba dari dinas kelautan dan perikanan, membuat masyarakat berhenti diperbolehkan melaut, dan akhirnya mereka  menjadi pedagang, guide, bahkan berpindah tempat mencari pekerjaan di pulau lombok. Masyarakat  tidak mempunyai pilihan lain kecuali menjual tanah mereka dan membuka usaha lain yang tidak sesuai dengan basic keterampilan yang dimilikinya sendiri.
Selain itu ketiadaan aturan yang jelas dalam kebijakan dalam perencaaan terutama rencana tata ruang bangunan lingkungan (RTBL) maupun tata ruang kawasan yang peduli pada kepentingan masyarakat lokal. Artinya keberadaan permukiman penduduk makin tergeserkan, disebabkan adanya bangunan baru, membuat permukiman penduduk lokal terlihat kumuh dan tidak beraturan.  Ketiadaan perhatian kepentingan masyarakat lokal baik secara fisik, ekonomi, sosial dan budaya membuat masyarakat lokal merasakan kegielisahan hidup di Gili Air.

Kini….di desa sendiri sudah tidak nyaman lagi. Desa kelahiran, desa tempat tumbuh kembang kehidupan sudah dimiliki oleh para pendatang. Ironis bukan??…..rumahku bukan surgaku, sebaliknya rumahku surganya orang lain, dan banyak masyarakat lokal Gili air pindah dan berkehidupan di pulau Lombok. Selamat tinggal Gili Indah, engkau hanya bagian dari masa lalu bukan masa depan, ucap mereka….

Tidak ada komentar:

Posting Komentar