Sabtu, 16 Juni 2012

Puisi-puisi Gus Mus

Kau ini bagaimana?
kau bilang aku merdeka, kau memilihkan untukku segalanya
kau suruh aku berpikir, aku berpikir kau tuduh aku kafir
aku harus bagaimana?

kau bilang bergeraklah, aku bergerak kau curigai
kau bilang jangan banyak tingkah, aku diam saja kau waspadai
kau ini bagaimana?

kau suruh aku memegang prinsip, aku memegang prinsip kau tuduh aku kaku
kau suruh aku toleran, aku toleran kau bilang aq plin plan
aku harus bagaimana?

aku kau suruh maju, aku mau maju kau selimbung kakiku
kau suruh aku bekerja, aku bekerja kau ganggu aku
kau ini bagaimana?

kau suruh aku takwa, khotbah keagamaanmu membuatku sakit jiwa
kau suruh aku mengikutimu, langkahmu tak jelas arahnya
aku harus bagaimana?

aku kau suruh menghormati hukum, kebijaksanaanmu menyepelekannya
aku kau suruh berdisiplin, kau mencontohkan yang lain
kau ini bagaimana?

kau bilang Tuhan sangat dekat, kau sendiri memanggil-manggilnya dengan pengeras suara tiap saat
kau bilang kau suka damai, kau ajak aku setiap hari bertikai
aku harus bagaimana?

aku kau suruh membangun, aku membangun kau merusakkannya
aku kau suruh menabung, aku menabung kau menghabiskannya
kau ini bagaimana?

kau suruh aku menggarap sawah, sawahku kau tanami rumah-rumah
kau bilang aku harus punya rumah, aku punya rumah kau meratakannya dengan tanah
aku harus bagaimana?

aku kau larang berjudi, permainan spekulasimu menjadi-jadi
aku kau suruh bertanggungjawab, kau sendiri terus berucap wallahu a'lam bissawab
kau ini bagaimana?

kau suruh aku jujur, aku jujur kau tipu aku
kau suruh aku sabar, aku sabar kau injak tengkukku
aku harus bagaimana?

aku kau suruh memilihmu sebagai wakilku, sudah kupilih kau bertindak sendiri semaumu
kau bilang kau selalu memikirkanku, aku sapa saja kau merasa terganggu
kau ini bagaimana?

kau bilang bicaralah, aku bicara kau bilang aku ceriwis
kau bilang jangan banyak bicara, aku bungkam kau tuduh aku apatis
aku harus bagaimana?

kau bilang kritiklah, aku kritik kau marah
kau bilang carikan alternatifnya, aku kasih alternatif kau bilang jangan mendikte saja
kau ini bagaimana?

aku bilang terserah kau, kau tidak mau
aku bilang terserah kita, kau tak suka
aku bilang terserah aku, kau memakiku

kau ini bagaimana?
atau aku harus bagaimana?


Ruang TErbuka Hijau Udayana Kota Mataram



Apakah ruang terbuka hijau (RTH )itu?, adalah ruang-ruang di dalam kota atau wilayah yang lebih luas baik dalam bentuk area/kawasan maupun dalam bentuk area memanjang/jalur yang dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka yang pada dasarnya tanpa bangunan yang berfungsi sebagai kawasan pertamanan kota, hutan kota,rekriasi kota, kegiatan olah raga, pemakaman, pertanian, jalur hijau dan kawasan hijau perkarangan (Inmendagri no. 14/1988). Jadi RTH lebih menonjolkan unsur hijau (vegetasi) dalam setiap bentuknya sedangkan public spaces dan ruang terbuka hanya berupa lahan terbuka belum dibangun yang tanpa tanaman. Place space adalah ruang yang dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat, sedangkan RTH dan ruang terbuka tidak selalu dapat digunakan dan dinikmati oleh seluruh masyarakat.
Salah satu RTH yang direncanakan dan dilestarikan keberadaannya di Kota Mataram adalah RTH yang berada di jalan Udayana. Dilihat dari kondisinya ruang terbuka hujau (RTH) di jalan Udayana Kota Mataram belum terkelola dengan sempurna. Pembagian penzoningan dan kenyamanan belum sepenuhnya terlihat dan dirasakan. Pembagian penzoningan seperti zona taman bermain, zona interaksi, zona pertemuan, zona kebugaran belum sepenuhnya berjalan baik.
Apabila kita amati lebih dekat lagi, fungsi RTH Udayana sebagai daerah penyerapan air hujan sudah cukup memadai. Keberhasilan dari RTH Udayana tersebut untuk menyerap air secara optimal sehingga daerah di sekitarnya tidak terjadi banjir saat hujan adalah buktinya.
Untuk fungsi estetis pengaturan tanaman sebagian besar sudah baik, hal ini dapat dilihat dari pengaturan jenis tanaman seperti tanaman peneduh, pengarah dan lain-lain sudah cukup memadai, hanya pada pengaturan elemen-elemen arsitektural yang kurang menarik. Artinya detail-detail arsitektural yang lebih menunjukkan tanda lokasi (landmark) dari fungsi RTH Udayana itu sendiri masih terlihat biasa-biasa saja. Seharusnya detail-detail arsitektural didesaign semenarik mungkin sebagai landmark dari taman Kota Mataram
Selain kondisi RTH belum terkelola dengan sempurna, dan kurang menariknya detail arsitektural yang kurang memberikan informasi sebagai tanda lokasi (landmark), adapun pokok permasalahan saat ini adalah kurangnya sistem maintenance dari RTH Udayana itu sendiri. Pihak Pemerintah Kota maupun masyarakat tampaknya kurang peduli dengan kebersihan dari RTH Udayana ini. Hal ini terbukti dengan banyaknya sampah-sampah yang berserakan di dalam RTH Udayana. Memang dampak yang terjadi masih belum dapat dirasakan secara langsung pada saat ini, akan tetapi apabila sampah semakin menumpuk, maka fungsi RTH Udayana akan terganggu. Sampah yang dominan berada di RTH Udayana ialah sampah plastik yang berasal dari pedagang PKL dan pengunjung dari RTH Udayana.
Sebagai upaya pencegahan, solusi yang terbaik dan paling utama adalah dengan cara menjaga kebersihannya, merawat dan mengganti apabila ada tanaman maupun elemen-elemen arsitektural yang talah ada sebelumnya. Dan pada akhirnya dirasa perlu akan adanya kebijakan dari Pemerintah untuk melestarikan keberadaan dari RTH Udayana Mataram ini.

Ruang Sosialisasi Anak di Lingkungan Pagutan

Kegiatan sosialisasi anak dapat dilakukan di lingkungan keluarga maupun di lingkungan binaan. Ruang sosialisasi di lingkungan keluarga, sebatas di dalam rumah tinggal dan sosialisasi dengan anak lain yang sebaya lebih banyak dilakukan di ruang luar. Lingkungan yang menarik dan unik dapat mendorong perkembangan fisik dan mental yang baik, sedangkan lingkungan tidak menarik menyebabkan perkembangan anak di bawah kamampuannya (Hurlock, 1995). Mimica (1995) menegaskan bahwa Piaget pernah mengamati bahwa anak-anak tidak hanya senang dengan mainan buatan pabrik, tetapi juga senang bermain dengan unsur alam seperti air, pasir, tanah liat. Kegiatan yang dilakukan seperti memanfaatkan sudut atau celah yang dapat digunakan sebagai tempat yang privat, seperti rumah-rumahan di atas pohon dan bermain luncur-luncuran.

Pengalaman sosial awal adalah usia 5 sampai 9 tahun yang akan menentukan kepribadian (Hurlock, 1995). Apabila dikaitkan dengan lingkungan, Jean Piaget dalam Mimica (1995) menyatakan usia tersebut sebagai tahap pertama kesadaran pada lingkungan. Anak mulai bisa mengenali tentang jarak, sesuatu yang ada disekeliling, urutan jalan sehingga sudah dapat mengenali rute.
Moore, dalam Snyder, 1989, menyatakan bahwa anak-anak merupakan pemakai terbanyak dari luar terbuka, sebenarnya tidak cukup hanya taman, teras rumah, halaman atau jalan. Suatu penelitian membuktikan bahwa anak-anak menggunakan kurang dari lima belas menit di suatu tempat bermain selama masa beberapa jam. Dengan demikian perlu disediakan ruang bermain yang aman dan bersambungan. Beberapa kelompok rumah, jalan-jalan atau ruang yang tersisa dibuat saling berhubungan.
Anak usia 5 sampai 9 tahun, sebagai awal dari kegiatan sosialisasi dan sekaligus sebagai tahap awal pengenalan lingkungan. Akan tetapi area terbuka yang diharapkan untuk bermain saat ini sangat terbatas. Dengan demikian anak perlu menyesuaikan dengan lingkungan atau melakukan adjustmen (Bell, 1978). Bagi anak yang tidak dapat menysuaikan dengan lingkungan, maka anak akan mengalami stress (Sarwono,1992).

Beberapa kasus keberadaan ruang sosialisasi anak di Pagutan
Pada beberapa perkampungan padat seperti Pagutan keberadaan ruang terbuka sangat terbatas. Ruang sosialisasi bagi anak-anak di sekitar tercipta seadanya. Tidak tersedianya ruang sosialisasi bagi anak membuat anak-anak dapat bermain di mana saja tanpa mendapat perhatian khusus dari orang tua mereka sendiri. Padahal jika berpijak pada penelitian Moore dalam Synder, 1989, menyatakan bahwa anak-anak merupakan pemakai terbanyak dari luar terbuka, sebenarnya tidak cukup hanya taman, teras rumah, halaman atau jalan. Namun kenyataaan yang diperoleh dari hasil survey dan observasi ditemukan ada beberapa spot ruang sosialisasi anak di Pagutan yaitu:

a.       Kuburan
Kuburan umumnya dikategorikan sebagai ruang terbuka hijau untuk masyarakat, namun lebih unik lagi jika kuburan dijadikan ruang sosialisasi bagi anak-anak. Berbagai permainan yang bisa dilakukan di kuburan, misalkan saja main petak umpat, main jual-jualan, main benteng dan sebagainya, mereka bermain tanpa merasa takut sedikit pun akan keberadaan dan fungsi dari kuburan tersebut.

b.      Teras

Umumnya tujuan mereka bermain di teras tidak lain untuk menjaga adik2 mereka sambil bermain tanpa harus jauh dari tempat tinggal mereka. Ini pula memudahkan orang tua memantau mereka dari rumah mereka sendiri, namun di teras sangat terbatas pemainan yang bisa dilakukan tidak sebanyak permainan yang dilakukan di luar rumah.

c.       Saluran sungai unus
Kesenangan yang paling terasa bagi anak-anak Pagutan adalah bermain sambil mandi di saluran sungai unus ini. Mereka dapat berekspresi sesuai dengan imajinasi mereka sendiri. Meskipun air terlihat tidak jernih, bagi mereka tidak masalah yang penting bermain adalah hal yang menyenangkan.


d.      Gang/jalan
Anak-anak yang bermain di gang yang sering ditemukan yaitu bermain sepeda, kelereng dan ngerumpi bagi anak-anak remaja di pinggiran jalan/gang. Meskipun di jalan yang penuh debu dan kotoran samapah, bermain pun tetap berlangsung.
Perlu diperhatikan untuk menyediakan fasilitas khusus untuk bermain di lingkungan Pagutan,misalkan saja taman bermain, lapangan atau tempat yang luas yang bisa membebaskan anak-anak berkespresi dalam situasi permainan yang mereka ciptakan sendiri. Hal ini setidaknya perlu mendapat perhatian yang khusus bagi orang dewasa yang berada di Pagutan demi pertumbuhan dan perkembangan anak-anak pagutan itu sendiri. Jika tidak anak yang tidak terpenuhi Anak yang tidak terpenuhi kegiatan sosialisasinya atau mengalami sters akan kurang sempurna pada perkembangannya. Kalau tidak berkembang dengan baik, anak akan mempunyai beberapa kekurangan, antara lain : anak sulit untuk memahami temannya, selalu tergantung, sulit menyesuaikan diri, kurang pergaulan (Hurlock, 1995). Bila kenyataan demikian diharapkan adanya dukungan dari orangtua untuk lebih memperhatikan kebutuhan anak dalam hal ini untuk dapat bersosialisasi dan bermain dengan aman sehingga ruang sosialisasi ini perlu diperhatikan betul keberdaaannya. Selain itu juga perlu diciptakan keberadaan area terbuka jika tidak ada, dan tetap mempertahankan keberadaan area trbuka, misalkan halaman yang luas atau fasilitas bermain di sekolah-sekolah untuk dapat mendukung kegiatan sosialisasi anak dan bermain.