Rabu, 21 Maret 2012

Si Sederhana Segenter


Asli, harmonis dan  bersahaja dalam tatanan budaya serta penuh makna, itulah kata kunci yang dapat diambil setelah mengamati permukiman tradisional Segenter, yang terletak di Kecamatan Bayan Kabupaten Lombok Utara Provinsi NTB. Asli terlihat dari  kealamian dan ketradisionalan tampilan bangunan yang ada di Segenter. Alasan bangunan yang terbuat dari bahan alam, dikarenakan alam dianggap berkah dari leluhur dan dewa-dewa sesembahannya (dewa gunung rinjani, dewa Kahyangan dan Dewa Batu dinding. Penutup atap berasal dari alang-alang/jerami/re, lantai berasal dari tanah, dan dinding bangunan terbuat dari bahan anyaman bambu merupakan cerminan bangunan dari bahan alami yang kiranya dapat keberkahan dari leluhur dan dewa-dewa sesembahan.
Kerberkahan diharapkan membawa keharmonisan bagi masyarakat desa Segenter. Keharmonisan diperlihatkan pada pola permukiman yang berpola papan catur dengan arah rumah membujur, memanjang Utara-Selatan serta terbagi oleh jalan utama selebar ± 4 m yang mengarah ke Utara-Selatan tanpa perkerasan dan tidak dilengkapi dengan saluran air hujan. Pola perletakan bangunan adalah linier, berarah orientasi Timur-Barat dengan beruga’ berada di depan rumah tinggal mereka masing-maisng. Bangunan beruga’ bersifat umum dan ruangannya terbuka. Bagi masyarakat Segenter beruga’ merupakan simbol kebersamaan. Kebersamaan kiranya membawa keharmonisan dalam kehidupan bermasyarakat.
Terakhir yang paling terasa dirasakan saat berada di permukiman Segenter adalah kesahajaan masyarakat dalam memaknai hidup. Sahaja tampak pada gaya hidup mereka yang lebih mementingkan kebersamaan dibandingkan kekay.an Bagi mereka harta,jabatan tidaklah penting, yang penting adalah bagaimana kerukunan bisa terjaga di desa Segenter, bahkan mereka menghindari terjadinya modernisasi di desa Segenter. Hal ini nampak terlihat, jarang ditemukan alat-alat elektronik seperti tv, radio, handphone meski sarana listrik telah ada, sehingga secara sadar mereka menajalani hidup mereka dengan penuh kesahajaan ditengah modernisasi melanda.

Jumat, 02 Maret 2012

Taman Bermain

Bermain…itulah yang disukai anak-anak kita. Mereka tidak menentukan kapan, dimana dan permainan apa yang akan dimainkan. Bagi mereka, bermain bisa kapan saja dan dimana saja, hanya, kita jarang sekali memperhatikan kondisi tempat bermain mereka. 
Dampak  dari perkembangan kota menyebabkan terjadinya perubahan fungsi lahan, sehingga berakibat hilangnya fasilitas umum yang bisa digunakan oleh warga, salah satu diantaranya adalah hilangnya fasilitas tempat bermain anak. Dari pernyataan Joni Faisal, seorang anggota masyarakat yang juga pemerhati perkotaan menulis di harian KOMPAS, Rabu 21 Maret 2001, dengan judul Kota Tanpa Ruang Bermain : “ …Pemerintah hanya menginginkan sisi komersial dari setiap pembangunan ruang bermain itu, bukan semata-mata memberikan hak yang sepatutnya di terima masyrakat, khususnya bagi anak-anak. Sebenarnya bagi anak-anak sendiri, ada atau tidak adanya ruang bermain, tidaklah begitu menjadi masalah, sebab secara alami, mereka telah memiliki kemampuan menemukan ruang bermainnya sendiri, tetapi masalahnya ruang bermain itu kondusif atau tidak adalah tanggung jawab orang dewasa…”, menunjukkan semakin minim fasilitas bermain untuk anak.
Menurut UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak pada Pasal 11 : Setiap anak berhak beristirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul dengan anak sebaya, bermain, berekreasi dan berkreasi sesuai dengan minat, bakat dan tingkat kecerdaannya demi pengembangan diri. Disamping itu untuk memenuhi hak tersebut, pada Pasal 56 ayat 1 butir d, e dan f, disebutkan bahwa Pemerintah dalam menyelenggarakan pemeliharaan dan perawatan wajib mengupayakan dan membantu anak, agar anak dapat
· bebas berserikat dan berkumpul
· bebas bersitirahat, bermain, berkreasi, berekreasi dan berkarya seni budaya dan
· memperoleh sarana bermain yang memenuhi syarat kesehatan dan keselamatan.
 Untuk mematuhi undang-undang tersebut, pemerintah mengusahakan disetiap perencanaan pengembangan perumahan mewajibkan  harus mengacu pada Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1 Tahun 1997 tentang Penyerahan Prasarana Lingkungan, Utilitas Umum dan Fasilitas Sosial Perumahan Kepada Pemerintah Daerah, bahwa setiap pengembang yang mengembangkan kawasan perumahan ( perumahan formal/teratur ) diwajibkan juga untuk membangun sarana dan prasarana diantaranya adalah : fasilitas tempat bermain. Kenyataan yang sering terjadi saat ini adalah hampir semua tempat bermain, khususnya yang berada di Perumahan Rumah Sederhana keberadaanya di gabung dengan fasilitas lainnya, misalnya : olah raga, Taman Kanak Kanak, Fasilitas Ibadah dalam satu ruang terbuka ( open space ) . Bahkan  secara kuantitatif, melalui Kep. Men PU No. 378/KPTS/1987, Pemerintah juga telah membuat standart luasan minimum yang harus di penuhi. meskipun demikian, berdasarkan pengamatan yang ada pada beberapa pengembang dan perencana perumahan formal, umumnya tempat bermain anak hanya disediakan dalam tingkat RW, tempat bermain tersebut juga umumnya digabung dengan beberapa fasilitas lain. 
Daripada protes tentang keberadaan atau tidaknya fasilitas  bermain buat anak-anak berserta standarisasinya, lebih baik melihat fenomena di tempat lain. Berbeda hal yang terjadi di permukian kumuh, bagi para orang tua di permukiman kumuh tidak peduli ada atau tidak adanya penyediaan sarana bermain , apalagi memikirkan standard kuantitatif tempat bermain untuk anak-anak mereka sendiri. Anak-anak diberi kebebasan bermain dimana saja, kapan saja. Umumnya mereka bermain di makam, di kali bahkan di tempat kotor tidak menjadi masalah. Salutnya, masih banyak permainan tradisional yang dapat dijumpai, dan nilai kebersamaan sangat kuat terasa. Jujur,  ada nilai kepuasan yang berbeda disaat melihat mereka bermain. Wajah polos, lugu dan ceria tidak memperdulikan tentang rumitnya hidup ini. Saya menulis masalah ini agar  saya mampu banyak belajar dari mereka untuk tetap menjaga keceriaan dikala krisis hidup yang makin rumit dan menggigit.